Our Trainers

Our Trainers

Senin, 31 Maret 2014

Siapakah Musuh Terbesar dalam hidup anda? 
Simaklah cerita ini :
Fajar hari itu kelihatan pucat. awan-awan gelap menggantung lesu di tepi langit. Masih tersisa kesunyian membaku. mewarnai seribut tanya dari mulut yang rapat tersumbat. seseorang nampak duduk di tengah abu dan terus menggeruk-gerukkan tubuhnya dengan sekeping pecahan beling. Ia tidak menngenakan baju, tapi hanya berlilitkan kain kasar yang kotor dan lusuh. Tak ayal lagi, itu tanda sedang berkabung. Tiga sahabatnya duduk bersila, mengelilingi dengan tatapan mata penuh simpati. Sudah tujuh hari tujuh malam mereka ada di sana. Kelu, seolah-olah terasa kehilangan kata-kata menyaksikan penderitaan sang musafir yang tak terhingga. 
Dalam sekejap seluruh hartanya ludes, padahal dulu ia seorang hartawan yang terpandanng di daerahnya. Bencana demi bencana silih berganti menghabiskan semua kawanan ternaknya. Belum selesai rasa kaget dalam dirinya, datang berita yang lebih mengejutkan; kesepuluh anaknya tewas ditimpa rumah yang rubuh kena angin ribut. Akhirnya ia sendiri pun ditimpa penyakit barah kulit yang sangat parah.
Cerita di atas adalah legenda kuno di Timur Tengah yang dimainkan oleh seorang bernama Ayub. Dalam situasi inim ketika kita mengalami kehancuran dan benar-benar terpuruk, akal sehat tidak lagi bisa bekerja dengan baik. Pikiran semakin kalut dan bingung, emosional dan akhirnya tanpa disadari ada peluang terbuka lebar untuk masuknya benih-benih kebenaran palsu tertanam dalam pikiran kita.
KEPERCAYAAN SEMU (False Belief) - adalah asumsi atau anggapan yang akhirnya menjadi persepsi dan pola pikir keliru. Asumsi adalah pola pikir yang tidak pasti, menduga-duga, titik penuh kritis. Asumsi adalah sesuatu yang dapat mematikan pertumbuhan pola pikir, pola rasa dan pola tindak seseorang, karena asumsi bersifat racun dalam diri. Dengan banyaknya informasi yang diterima dan pengalaman yang berkedan mendalam akan tertanam di memori otak. Jika dibiarkan lambat laun akan mengendap dan menghasilkan suatu nilai keyakinan yang palsu atau semua.
Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit diantara kita cenderung lebih percaya kepada kepercayaan semu (false belief) daripada fakta atau realitas itu sendiri. Mengapa? Karena ternyata kepercayaan semu sangat mampu mengecoh kita dan jika dapat jujur , kadang-kadang kita membiarkan saja untuk diperdaya sampai benar-benar tak berdaya sebagai seseorang sebenarnya sangat berdaya. Alhasil kita menjadi seseorang yang memiliki paradigma yang keliru. Paradigama yang keliru dapat masuk ke dalam alam bawa sadar seseorang (Sub Conscious Mind)
Bayangkan, jikalau seseorang sudah dikendalikan kepercayaan semu, maka hidupnya adalah kehidupan semu, tidak menjadi diri sendiri dan tentu tidak akan pernah menjadi seseorang yang berbahagia. Setiap keputusannya adalah ekspresi dari buah pikiran yang semua. Ayub (dari cerita di atas) ketika ia mulai membuka mulut untuk berbicara kepada 3 sahabatnya menimpali dengan segera. Menjejalinya secara gencar dengan berbagai argumentasi dan nasehat. Diantaranya temannya tersebut menyudutkan Ayub, bahwa Tuhannya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kejadian yang menimpanya. Dan mengarahkan Ayub untuk menyalahkan Tuhannya atas semua peristiwa yang dialami Ayub. Ayub hampir saja terkecoh dan keliru untuk mempercayai mereka. Ayub sempat terjebak dalam kepercayaan yang semua atau false belief. 
Inilah akibat kepercayaan semu (asumsi) :
Nicky Cruz menatap tajam seorang laki-laki yang berdiri di depan mimbar itu. David Wilkerson seakan tidak memperdulikan suasana mengancam. Dengan tenang sang motivator terus berbicara menemplak dosa dan mengecam segala bentuk perbuatan jahat. Nicky Cruz seorang penjahat. Ia lahir dan dibesarkan di lingkungan gelap penggiran kota. Baginya berlaku hukum rimba, siapa kuat dia menang. Lingkungan yang salah membentuk suatu kepercayaan semua dalam dirinya. Ia sulit menerima aturan dan etika yang berlaku di masyarakat. Namun ketika ia bertobat, ia mengalami pembaharuan pikiran. Terjadi perubahan dalam pandangan dan cara berpikir secara radikal.
Perhatikan bagan berikut :


Ketika asumsi menjadi persepsi dan pola pikir, itulah yang disebut menjadi Pikiran bawah sadar (Sub Conscious Mind).Pikiran bawah sadar mengendalikan 88% perilaku manusia. Demikian yang terjadi dalam hidup Nicky Cruz. Dibesarkan dengan didikan yang kasar dan keras, hingga menjadikan dia seorang penjahat, adalah akibat pikiran bawah sadar yang dipenuhi kepercayaan semu (False belief).
Bisakah anda membayangkan betapa luar biasanya pengaruh suatu kepercayaan semu dalam hidup seseorang? Pikiran adalah area pusat kendali hidup manusia. Mush terbesar dalam diri itu ada di dalam pikiran manusia, yang membuatnya memandang dirinya dengan cara pandang yang salah. Itu adalah Raksasa dalam diri (Giants in you).  Orang sukses adalah orang yang telah dan terus mengalahkan “Giant” dalam dirinya, dengan upaya yang dilandasi oleh kepercayaan diri yang benar, yakni rasa keberhargaan diri yang benar.
If you have been kill the giants in you, so you can get the real success.
(diadaptasi dari Buku Success Through Character by Jakoep Ezra. Penerbit Anda Offset, 2006)

Sabtu, 29 Maret 2014

Sepuluh Kualitas Karakter

Ketulusan

Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh
semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena
yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan
kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau
memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”.
Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi
dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi
keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.


Kerendahan Hati

Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.


Kesetiaan

Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang
setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya
komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.


Positive Thinking

Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat
segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk
sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang
lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka
mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan
sebagainya.


Keceriaan

Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak
harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria
adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.


Bertanggung Jawab

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan
sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.
Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk
disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan
menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang
bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.


Percaya Diri

Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana
adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya
diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia
tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.


Kebesaran Jiwa

Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain.
Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci
dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak
membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.


Easy Going

Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-
masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir
dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah
yang berada di luar kontrolnya.


Empati

Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja
pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain.
Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua
belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia
selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.

Posted via DraftCraft app

Integrity is a Sign of Character

Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya. (Daniel 1:8)

Anda mungkin pernah mendengar kasus tentang anak muda yang diculik, kemudian dipaksa mengikuti organisasi tertentu dengan cara mencuci otaknya. Dengan itu, ia akan melupakan keluarganya dan berubah pikiran. Ia akan menganggap pola pikir organisasi itulah yang paling benar meskipun hal itu berlawanan dengan keyakinannya sebelumnya.

Demikian juga Raja Babel, Nebukadnezar, berusaha mencuci otak Daniel dan rekan-rekannya agar mereka memiliki pola pikir bangsa Kasdim. Awalnya dengan mengajarkan bahasa, tulisan, dan budaya Kasdim. Kemudian dengan mengubah identitas mereka. Nama-nama Yahudi mereka diganti dengan nama-nama Kasdim. Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya berubah menjadi Beltsazar, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Hal terakhir adalah dengan mengubah gaya hidup mereka, dengan diberi santapan dan minuman raja. Daniel dan rekan-rekannya menyetujui nama baru mereka. Belajar bahasa, tulisan, dan budaya juga tidak masalah. Namun ketika harus mengubah gaya hidup, mereka menolak! Makan dan minum sisa persembahan kepada berhala bertentangan dengan iman mereka. Daniel menolak untuk melanggar perintah Tuhan. Ia lebih taat kepada Tuhan daripada kepada manusia.

Keteguhan hati seperti yang dimiliki Daniel dan ketiga rekannya menjadi teladan sekaligus teguran bagi kita. Kapan terakhir kita mengompromikan iman kita—entah karena harta, jabatan, atau cinta? Marilah belajar dari Daniel. Saat menjadi minoritas pun, mereka berani menentukan sikap hidup dan menyatakan kebenaran–ENO

HIDUP KEKAL TERLALU BERHARGA JIKA DITUKAR DENGAN SESUATU YANG FANA

Posted via DraftCraft app

Mengubah Hidup disekitar kita

Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: "la mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat." (Yohanes 4:39)

Dalam ilmu marketing, banyak trik yang dipakai. Lihat saja bagaimana operator telepon seluler, mereka berlomba-lomba memberikan mulai sms gratis sampai telepon gratis agar pelanggan bertahan atau mendapat pelanggan baru yang berbondong-bondong memborong Sim-card baru mereka.

Wanita Samaria yang bertemu Yesus di sebuah sumur berhasil membawa orang-orang di kampungnya untuk bertemu Yesus, la adalah wanita yang hidupnya kurang beres, ia tinggal dengan lelaki yang bukan suaminya dan itu adalah pria ke lima. la memiliki reputasi yang kurang baik, sehingga ia malu. Sampai-sampai ia harus mengambil air di sumur umum pada siang hari yang terik di mana sudah tidak ada orang menimba air. Bagaimana perempuan yang menjadi sampah masyarakat ini menarik penduduk desa itu datang kepada Yesus? Apakah ia menggunakan trik-trik tertentu untuk melakukan itu. Apakah ia harus berdandan dan berpakaian mencolok untuk menerima perhatian penduduk? Tidak! la hanya menyampaikan dengan antusias apa yang dikatakan Yesus dan perubahan hidup yang terjadi dalam dirinya oleh karena itu.

Perubahan hidupnya, dari orang yang malu dan merasa terbuang menjadi wanita yang penuh sukacita, tidak malu-malu dan menyampaikan kabar baik. Hal itu membuat orang Samaria dari kampung Sikhar berbondong-bondong mendatangi Yesus. Lalu banyak orang hidupnya diubahkan ketika bertemu Yesus.

Kisah kesaksian hidup kita, kisah bagaimana Yesus mengubah kita, dapat menjadi kesaksian yang luar biasa lebih dari trik pendekatan penginjilan apapun. Metode penginjilan bagus jika hanya ditunjang oleh perubahan hidup yang dialami oleh pemberitanya.

Motivasi: kesaksian hidup saudara bertemu Yesus dan perubahan yang terjadi akan menjadi 'senjata' yang ampuh dalam pemberitaan Injil.

Posted via DraftCraft app

7 Principles for Handling Crisis

While very few of us will ever be responsible to lead in the aftermath of a large-scale catastrophe, we all encounter times of intense difficulty within our organizations. By nature, a crisis urgently demands attention, and yet it can be difficult to know how to respond to sudden adversity. My hope is that this lesson equips you to lead others with poise and confidence through the storms of life.

7 PRINCIPLES FOR HANDLING CRISIS

1) Discover and define the real problem

As Max De Pree noted, “the first responsibility of a leader is to define reality.” Leaders must wade into the mire in order to learn precisely what has happened and to make sense of current conditions.

2) Act quickly

3) Provide reassurance

The place to handle a crisis is not from behind a desk but in front of the people. A leader’s visible presence during times of crisis inspires confidence and gives others a sense of security. Certainly, the ability of leaders to control their own emotions is paramount during crisis. In addition, preparation is key. Obviously, some crises are completely unforeseeable. Still, organizations can drawn up strategy plans in anticipation of an emergency. Companies with an emergency plan in place are far better positioned to handle a sudden crisis than those in which the leaders must operate on the fly.

4) Simplify the situation

In times of crisis emotions run high and circumstances appear overwhelming. To make clear-headed decisions, a leader has to step back from events to determine the aspects of a situation that are beyond repair and to identify the main issues at stake moving forward. During a crisis, I make a point to withdraw from everything momentarily to list out my top concerns. I then assemble my core leadership team, gather their input, and amend the list accordingly. Putting the main issues on paper helps me to wrap my mind around the crisis and to stay focused amid chaos.

5) Enlist support of influencers

In every organization, a small group of people holds the majority of influence. During a crisis, devote extra attention to making sure key influencers are on board with your plan to handle the crisis.

6) Decide to take action one step at a time

In crisis, conditions are in a state of flux. For this reason, plans extending too far into the future are doomed to failure. When confronting a rapidly changing situation, it’s wise to concentrate on the near-term. Focus on making the next step, let the dust settle, and then reevaluate the situation.

7) Do what is right and not what is easiest

Difficult problems seldom have simple solutions. Refuse to cut corners or to lower your ethical standards to make the situation easier. Instead, hold to your convictions and put the needs of your people ahead of your personal comfort and convenience.

Quotes from http://www.johnmaxwell.com/

The Tough and Tender Leader

The Tough and Tender Leader

For godly sorrow produces repentance leading to salvation, not to be regretted; but the sorrow of the world produces death. 2 Corinthians 7:10

In his previous letter to the church, Paul played the role of the tough leader. He instigated conflict. In this letter, he speaks more from a personal viewpoint, more from his heart. He exudes tenderness.

In 2 Corinthians 7, the apostle discusses how he caused the Corinthians sorrow, but distinguished between good sorrow and bad sorrow. Every leader will find this distinction profitable to understand.

Consider the differences:

Bad Sorrow Good Sorrow
1. Pain goes on indefinitely 1. Pain is temporary
2. Example: Judas (Matthew 27:3-5) 2. Example: Peter (Luke 22:54-62)
3. Leads to regret and death 3. Leads to repentance and life
4. Suffering based on selfishness 4. Suffering based on God's will

Leaders should never seek revenge or desire to hurt someone just to vindicate their action. The pain they bring should have the constructive purpose of repentance and recovery.

Inspiring Moment of Life Transformation

Power of Destiny Seminar @ KBRI Den Haag